Asriani BAB 1

BAB 1

Seorang pemuda duduk di bawah temaram rembulan dengan tangis mendera. Kemudian rintihan-rintihan panjang terdengar dibisikan ke dalam nurani alam.

"Telah lama aku terdiam tentang perasaanku yang aku pahami sebagai cinta. Mencoba menidurlelapkan setiap nafas rindu sehingga menjadi keharuan serta tangisan jiwa. Setiap gelombang cemburu menerjang menjadi luka, aku mencoba tegar dengan segala kepatuhan akan kehidupan bernorma. Mungkin ketulusan cinta akan begitu berarti bila kebebasan mengungkap tabir biru di hati.

"Bila sisa tangis menjadi begitu sangat berarti dihidupku, kenapa aku tak pernah mencoba untuk lepas dari ketergantungan ini. Aku tak ingin kesedihan adalah selimut ditiap tidur malamku. Aku ingin mencoba, tapi hati menjadi begitu kecil, menciut dalam kebimbangan yang tak pernah aku mengerti. Aku selalu terluka pada kedaan seperti ini.

"Aku mencintai seorang wanita yang mengusik dan menyayat hati bila aku merindu inginkan pandangi wajahnya. Kenapa aku harus mencinta bila kebodohan untuk mengungkapkan menjadi benteng yang kokoh dan memenjarakan rasa? Aku terus melangkah tanpa ketahui ujung dan arah kemana untuk aku singgahi. Bila aku daun, maka aku adalah yang kering terbuang lesu, terhempas angin, dan menghilang tanpa bekas.

"Dalam kejauhan pikiran, aku memahami tentang ketidakabadian yang akan kekal dalam hidup di dunia ini. Semua akan termakan waktu yang selalu berjalan atas kehendak Sang Kuasa. Oh Tuhan, betapa rapuhnya nyali ini, sehingga tak sanggup menahan belain cinta yang seharusnya begitu lembut. Tolonglah aku untuk merajut semua keberanian ungkapkan keinginan memilikinya.

"Pernah aku kaburkan keinginan, tapi membuat hatiku makin jelas melihat manis ayunya. Kapan harus berakhir untaian kegelisahan ini?

"Dari ribuan hari yang telah aku lalui, tak pernah aku meraskan sejuknya melihat wanita yang sedang bercanda dengan teman sebayanya. Entah, segala tingkah lakunya seakan memanggil batinku untuk terus memandang dan menikmati keadaan itu. Tanpa sadar aku berdo'a untuk bisa mengenalnya, dan berbagi tawa yang sempurna. Tapi tiba-tiba niatku luruh ketika melihat sesosok orang tua yang dengan kasar menyuruhnya meninggalkan keramaian bersama temannya. Bahkan teman-teman wanita itu di usir bagaikan ayam yang mengotori taman.

"Setengah tak mengerti, tapi aku yakin keadaan yang seperti itu akan membuat hati semua orang tersakiti. Mengapa ayah dari wanita yang menghabiskan waktuku untuk memandangnya punyai seorang ayah bertabiat buruk.

"Aku terus belajar untuk mendekatinya, dan hampir tak ada sela untuk menjadi kesempatanku. Hanya keajaiban dari Tuhan yang bisa menolongku saat ini. Iya, hanya itu yang bisa aku harapkan.

"Ternyata harapan-harapanku tak pernah menjadi kenyataan hanya menjadi kepahitan yang tak bisa aku telan bahkan hampir memuntahkan seluruh isi jiwaku yang selalu terbelenggu dengan kesendirian. Setiap waktu terlewati dengan segala penyesalan hidup yang tak berhenti.

"Dan sekarang aku hanya berharap bisa melupakan semua yang pernah aku rasakan dengan kenangan tentang gadis itu. Gadis yang selalu termenung di atas cendela yang megah namun yang memenjarakannya. Aku harus berani menghadapi rintihan-rintihan yang akan selalu menerjangku di tiap malam-malam yang menaungi. Aku harus perjuangkan semua agar aku selalu kuat dan akhirnya bisa melupakannya. Maafkan aku wahai gadis yang termenung di cendela, karena aku telah mencintaimu dengan diam-diam".

Dan sang pemuda yang bernama Hasan itu terlelap diasuhan malam. Setelah semua yang dilalui cukup melelahkan batinnya, saat ini biarkan dirinya dibelai hangatnya udara malam dan biarkan mimpi-mimpi menjadikan pendewasaan yang harus dilalui. Bila malam ini dia perdengarkan rintihan-rintihan yang memilukan, maka do'akanlah dia esok menjadi lebih baik.

Hasan bukanlah pemuda yang belajar dari rasa manja dan diasuh dari kegelimangan harta, melainkan kepalan tangan-tangan baja yang tak pernah letih dari hari ke hari mencari sesuap nasi yang menimangnya setiap hari. Maka tak heran bila sebuah apel adalah makanan termahal yang pernah dijejalkan ke dalam perutnya. Tak heran pula bila tumpukan-tumpukan kayu bakar yang selalu menyelimuti tidur dan mimpinya.

Tapi bukan berarti semua bentuk keterbatasannya menjadi alasan untuk menghentikannya berangan dan bercita-cita. Bukan hal mustahil, bila cita-citanya menjadi seorang pedagang kayu terkaya di sebuah desa menjadi nyata, karena dia telah berguru pada orang yang tepat. Guru yang mampu membuat semua orang berkepala seorang insinyur meski tak berijasah. Guru yang iba karena melihat kegigihan Hasan dalam menimba ilmu yang tak pernah letih ini mengajarkan banyak hal tentang hidup.

Hasan adalah kebaikan, maka biarkanlah dia melakukan hal-hal yang baik dan biarkanlah mata kita memandangnya dengan baik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda tinggalkan komentar Anda di sini, saya akan secepatnya menanggapi komentar Anda. Terima kasih.