Senyum Tuhan

Simpan senyum untukku,
agar nanti aku bisikan pada hujan siang hari,
mengirimkan salam dari Tuhan.

Aku tahu,
kau akan berkata,
" Tunjukan padaku, tentang senyum Tuhan,
untukku.."

Aku tunjukan....
lihatlah daun saat masih ada yang hijau,
itulah senyum Tuhan,
lihatlah air bila masih suci,
itulah senyum Tuhan,
lihatlah matahari terbit dari timur,
itulah senyum Tuhan,
lihatlah burung yang terbang,
itulah senyum Tuhan.

Lihatlah,
Tuhan selalu tersenyum.
okt,2004

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

mawar hitam

Aku masih mendengar tangisan istriku di lorong rumah. Kemudian dengan setengah berteriak dia berkata," Kamu berbohong kepadaku. Ini bukan tentang mawar hitam yang sering kamu ceritakan. Kamu sudah mengenalnya sebelum kita pindah kesini, kemudian tinggal cari alasan untuk mendekatinya. Kamu berhasil berbohong padaku. Kamu berhasil".

Ah, aku mengerti sekarang. Ini tentang mawar hitam yang dulu memang telah aku lihat di ujung gang itu, dan kemudian menghilang begitu saja. Tapi aku tidak bisa terima tentang tuduhan perselingkuhan yang tidak pernah aku lakukan. Apakah ini setimpal dengan keberadaan mawar hitam yang aku lihat? Tapi mungkin ini tak setimpal dengan itu.

Kemudian suasana menjadi hening seolah-olah malaikat sedang melintas diantara kami. Dan aku masih merajut perenungan yang semakin semrawut. Apakah mawar hitam adalah suatu pertanda bahwa aku akan mengalami persoalan yang sebenarnya tidak pernah aku lakukan. Entahlah, tapi itulah kehidupan. Dan aku biarkan semua berlalu diantara malam-malam kami. biarkan sermuanya berjalan atas kehendak Yang Maha Kuasa, dan atas do'a-do'a di malam hariku.
* * *

Sudah dua hari ini aku melihat-lihat rumah kontrakan baruku, berharap semua akan lebih baik dari yang dulu. kalau soal kondisi rumah jelas kontrakan baru ini lebih bagus, bisa lebih di bilang rumah daripada yang dulu. Di sini lebih banyak cendela yang bisa sebagai jalan keluar masuknya udara. Memiliki dua kamar, dan satu kamar mandi yang terletak di belakang rumah. Apalagi bagian belakang rumah ada sebidang tanah yang memungkinkan untuk ditanami. Pasti istriku tak akan pernah menolak untuk tinggal di sini.

Di hari ketiga aku mulai pindahan setelah urusan dengan pemilik rumah telah selesai. mulai pagi sampai sore semua barang-barang dari tempat kontrakan lama telah pindah ke kontrakan baru. Tinggal acara selamatan yang rerncananya baru esok harinya aku dan istriku kerjakan. Hari ini sudah menguras habis tenaga kami.

Sesaat aku melamun, seakan-akan udara membawa pergi pikiranku dan aku pun merasa kosong. tiba-tiba saja aku terpikirkan tentang mawar hitam yang berada di ujung gang komplek rumah ini. Baru sekali ini aku menjumpai mawar liar berwarna hitam. Dan anehnya lagi mawar itu, hanya ada dua kuntum. Meski satu pohon, yang lainnya hanya berwarna merah seperti biasa aku jumpai.

Aku kira mawar itu terkena tumpahan cat atau apalah yang membuatnya jadi hitam. Tapi setelah beberapa hari, mawar itu masih ada dan tidak layu. Kalau saja itu terkena cat pasti dalam beberapa jam saja sudah layu. Aku semakin penasaran.

Pada malam harinya aku cerita ke istriku, dan dia tentu saja tak menanggapi dengan serius," Ah, mungkin Mas lagi capek. Sudah sekarang tidur saja. Aku juga sudah capek kok".

Kontrakan baru ini tak membuat perjalanan ke tempat kerjaku menjadi jauh. Saat aku berangkat keja, aku melihat ke arah mawar hitam, bunga itu masih ada. Dan aku mengira, bahwa mawar itu akan hilang sewaktu aku pulang kerja. Karena bukan satu atau dua orang yang lewat sini, hampir seluruh komplek ini selalu lewat sini. Bahkan terkadang ada pedagang keliling yang lewat sini. Dan kira-kira itu lebih dari lima puluh orang perharinya. Apakah mungkin dari lima puluh orang itu tidak ada yang melihat keberadaan mawar hitam di ujung gang ini. Melihat posisi mawar itu cukup terlihat walau hanya sekilas mata.

Entah setan apa yang membuat pikiranku selalau terbayang dan memikirkan mawar hitam itu. Hampir setengah dari jam kerja, aku selalu di buat melamun dan mulai tak intens terhadap pekerjaan.

Ah, aku harus bisa lepas dari pengaruh yang menggoda dan menghabiskan waktu yang seharusnya bermanfaat buatku. Parahnya lagi aku harus lembur kali ini untuk menyelesaikan tugas yang seharusnya telah rampung tadi sore. Capeknya kalau harus lembur.

Setelah semua selesai. Meski badanku mulai capek, aku harus tetap pulang dan biarkan di sambut oleh istriku di rumah nanti. Aku bahagia dan bangga menyebut dia sebagai istriku. Meski tak pernah menyelesaikan bangku perkuliahan, tapi dia cukup mengerti aku. Tak perlulah dia mengerti banyak ilmu, yang pada nantinya dia bakal melupakan aku. Aku tak mau itu terjadi. Aku menyayanginya.

Dan tibalah aku di rumah dengan segala keletihanku. Istriku tersenyum dan berkata," Tumben mau lembur?". Dengan menyium keningnya aku menjawab," Cukup sekali saja aku lembur. Besok tak Lagi aku ulangi. Ya rugi dong, Mah. Masak istri manis-manisnya di sore hari harus aku lewati gara-gara pekerjaan. He..he..". Istriku terlihat masih malu, walau aku hampir tiap hari merayunya. Kemudian berkata," Sudah makan apa belum?". Setelah itu tidak ada lagi percakapan yang perlu di ceritakan di sini. Yang terpenting, kami cukup bahagia menjalani kehidupan ini.

Aku mulai merebahkan tubuhku. Baru aku teringat dengan mawar hitam lagi. Apakah masih ada di ujung gang itu?

* * *

Selamat pagi. Hari ini merupakan hari ke delapan di rumah kontrakan baru. Istriku sudah mengenal beberapa tetangga di komplek ini. Tapi yang lebih dia kenal adalah tukang sayur keliling. Dia memang ibu rumah tangga. Akupun sudah mengenal beberapa orang di pos tempat para bapak beronda. Komplek ini seakan menjadi pilihan yang bagus untuk hubungan aku dan istriku. Mereka semua terlihat ramah namun masih cukup menyenangkan.

Aku kembali kerja seperti hari-hari sebelumnya. Dan aku masih melihat mawar hitam. Lho, mawar hitam masih saja terlihat segar di ujung gang ini. Aku melihat kebelakang, ada rumah tapi sepertinya jarang di tempati atau mungkin itu rumah kosong. Mungkin saja itu kosong, karena itu mawar ini tidak pernah terawat atau di petik. Ah, lebih baik aku segera berangkat kerja dan mulai konsentrasi dengan pekerjaanku.

Aktivitas kerjaku kembali seperti biasa dan mulai tak terganggu kecuali terganggu oleh deadline. Tapi semua bisa teratasi karena memang itu pekerjaanku.

Sore hari aku sudah menyelesaikan semua dan bisa pulang seperti biasa. Saat aku menuju rumah, aku lewat gang yang biasanya dan aku masih melihat mawar hitam. Tapi kali ini aku melihat rumah yang ada di belakangnya, dan ternyata ada orang yang menghuni rumah itu. Aku melihat seorang ibu dan seorang putranya.

Ibu itu melihat kearahku dan tersenyum menyapa, aku membalas sapaannya. Ibu itu tak terlalu tua, bahkan mungkin dia masih berumur di bawahku. Dan tentunya ibu muda lebih manis daripada ibu-ibu tua. Seperti istriku, dia masih muda. Apalagi kami belum dikarunia seorang anak, bisa saja orang yang tidak tahu dia masih gadis. Gadis yang manis.

Aku meneruskan langkahku untuk pulang karena aku tahu istriku pasti menungguku. Tak ku kira rumah yang semula kosong ternyata ada penghuninya. Mungkin saja orang itu jarang kerumah ini, karena mungkin dia punya banyak rumah untuk di huni. Ha..ha..

Sesampai di rumah, aku segera menemui istriku," Mah, hari ini aku capek banget. Bagaimana kalau besok kita jalan-jalan pagi supaya lebih mengenal daerah sini?". Istriku tersenyum, karena biasanya aku selalu menolak untuk jalan-jalan pagi. Dan dia pun berkata," Aku kira kamu mau ngajak berlibur kemana, gitu. Kalau jalan-jalan di daerah sini, aku sudah terlalu sering. Hmm... Tapi, baik kita besok jalan-jalan pagi. Jangan bangun kesiangan lho..."

Masih terlihat shubuh bagiku. Aku dan istriku keluar rumah dan melakukan seperti gerakan senam. Aku menghela nafas dalam-dalam, ternyata begitu segarnya Tuhan menciptakan udara di pagi hari. Kenapa tidak aku jadikan rutinitas saja? Tapi itu hanya terlintas sekali ini saja di pikiranku. Tapi hari ini pikiranku benar-benar bisa segar.

Lalu akulewati rumah di ujung gang ini, dan ingin aku tunjukan kepada istriku tentang mawar hitam itu. " Mah, di sini aku melihat mawar liar berwarna hitam. Tapi yang lainnya berwarna merah seperti biasanya". Kemudian aku mencoba menunjukan tempatnya. Aneh, mawar itu sudah tak ada. Aku mencoba menyibakan ranting-rantingnya, tapi tetap saja tidak ada. Bahkan yang punya rumah di belakang kebun mawar ini keluar dan bertanya ramah," Cari apa Pak?"

Aku kaget dan tersentak. Bingung cari alasan dan akhirnya menjawab," Ah, tidak. Kemarin saya kira ada mawar berwana hitam di sini". Pemilik rumah tersenyum setengah tertawa dia berkata," Bapak ada-ada saja. Ini kan mawar liar, mana mungkin ada yang berwarna hitam. Kalau Jenis lainnya mungkin ada". Istriku pun terlihat malu dan mau mengajakku pulang.

Untuk menutupi rasa malu, aku berkata," Berarti kemarin aku salah lihat. Maaf ya Bu. Oh ya, kami tetangga baru di komplek sini. Rumah yang dekat dengan rumah bertingkat itu rumah kami. Kami kontrak di sana". Perkenalan itu berjalan singkat, aku dan istriku segera beranjak pulang.
* * *


Beberapa bulan. Aku secara pribadi semakin akrab dengan pemilik rumah di belakang taman yang dulu ada mawar hitam. Dia adalah seorang janda dengan seorang anak, bekerja di sebuah koperasi. Setiap aku berangkat dan pulang kerja, kami akan saling menyapa. Dan itu cukup membuat kami sudah tidak saling segan. Aku kira kami adalah teman.

Bahkan di suatu sore saat aku pulang kerja, dia memanggilku," Mas, kesina sebentar. Aku mau minta tolong sedikit". Tentu saja aku tidak menolak panggilannya. Dan segera menemuinya, kemudian dia mengajakku ke dalam rumah. Dia berkata," Tolong, bantu angkat lemari ini kesana ya..." Dan lemari itu pun terangkat oleh kami, meski agak payah aku mengangkatnya.

Aku tanya," Sudah?". Dijawabnya," Sudah cuma itu saja kok. Yang lainnya sudah tak pindahkan sendiri. Maaf ya Mas, sudah ngerepotin padahal Mas kan baru pulang kerja". Dengan sedikit sok gentle aku pun menjawab," Ah, tidak apa-apa kok. Kita kan teman". Begitu aku menyebut kata "teman" seakan ada yang aneh di antara kami.

Dia membawakan segelas minuman segar. Dan aku tidak sadar siapa yang memulai curhat, sehingga kami makin asyik dengan obrolan kami.

Beberapa hari kemudian aku makin dekat dengan janda itu. Aku bisa nyambung kalau bicara sama dia. Dan entah, kami bisa sangat akrab. Tapi keakraban kami ini tentu bukan hal yang baik. Aku menyadari itu, tapi bingung untuk memutuskan akan mengambil jarak dengan dia.

Hingga suatu sore. Aku datang ke janda itu, dan hampir dua jam aku di dalam rumahnya. Aku kira tidak apa-apa selama aku bisa memberi alasan yang tepat kepada istriku. Aku dan janda itu hanya berbagi cerita dan aku mulai lupa dengan jadwal pulang ke rumah. Aku di sadarkan oleh langit gelap dan suara adzan.

Di rumah kontrakan. Istriku menunggu, aku tersenyum dan mencium keningnya. Tiba-tiba saja dia bertanya," Dari mana Mas?". Kenapa aku tiba-tiba saja kaget dengan pertanyaannya itu. Padahal memang seharusnya seorang istri bertanya seperti itu bila suaminya pulang telat. Aku menjawab sedikit ragu," Dari makan dengan teman-teman, lagi ada yang punya hajat".

" Siapa yang punya hajat?", lanjutnya. Aku berbohong," Toni, Mah". Dengan wajah yang penuh amarah istriku berkata," Sejak kapan Toni pindah rumah di gang depan, dan jadi perempuan?! Aku tahu tadi kamu masuk rumah itu Mas. Dulu aku sering diberitahu olh tetangga-tetangga bahwa kamu sering mampir ke rumah janda itu setelah pulang kerja. Tapi aku tidak percaya. Sampai hari ini. Aku melihat kamu masuk ke rumah janda itu. Kebetulan sekali kamu sangat lama di dalam rumah itu, hingga aku bisa pulang dan menangis sepuasku. Setelah aku selesai menangis pun kamu masih belum pulang Mas". Istriku menangis.

Aku berkata," Maaf Mah. Tapi aku tidak bermaksud menyakitimu". Segera di potong oleh istriku," Kamu masuk ke dalam rumah janda itu, aku sudah tersakiti Mas". "Tapi aku hanya membantu dia untuk memindah barang", belaku. " Apa harus selalu pindah barang, bila kamu setiap hari mampir kerumahnya? Aku tahu Mas", dia mulai menyudutkanku. Istriku kelihatanya tak bisa berhenti menangis terisak.

Disela-sela tangisanya dia berkata," Aku mulai mengerti Mas. Ini bukan tentang mawar hitam yang ada di ujung gang yang selalu kamu ingin tunjukan kepadaku. Kamu sudah mengenal janda itu Mas, dan tinggal mencari alasan untuk lebih mengenalnya. Kamu bohong padaku Mas".

Aku masih mendengar tangisan istriku di lorong rumah. Kemudian dengan setengah berteriak dia berkata," Kamu berbohong kepadaku. Ini bukan tentang mawar hitam yang sering kamu ceritakan. Kamu sudah mengenalny sebelum kita pindah kesini, kemudian tinggal cari alasan untuk mendekatinya. Kamu berhasil berbohong padaku. Kamu berhasil".

Ah, aku mengerti sekarang. Ini tentang mawar hitam yang dulu memang telah aku lihat di ujung gang itu, dan kemudian menghilang begitu saja. Tapi aku tidak bisa terima tuduhan tentang perselingkuhan yang tidak pernah aku lakukan. Apakah ini setimpal dengan keberadaan mawar hitam yang aku lihat? Tapi mungkin ini tidak setimpal dengan itu.

Kemudian suasana menjadi hening seolah-olah malaikat sedang melintas diantara kami. Dan aku masih merajut perenungn yang semakin semrawut. Apakah mawar hitam adalah suatu pertanda bahwa aku akan mengalami persoalan yang sebenarnya tidak pernah aku lakukan. Entahlah, tapi itulah kehidupan. Dan aku biarkan semua berlalu diantara malam-malam kami. Biarkan semuanya berjalan atas kehendak Yang Maha Kuasa, dan atas do'a-do'a di malam hariku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS